Senin, 10 Juni 2013

KASUS PLAGIASI NOVEL "AMSTERDAM IK HOU VAN JE" KARYA ARUMI E

Rincian novel
Judul: Amsterdam Ik Hou van Je
Penulis: Arumi E
Penerbit: Grasindo
Tahun terbit: 2013


Sebagian besar data tentang Belanda yang tercantum dalam novel "Amsterdam Ik Hou van Je" karya ARUMI E merupakan hasil plagiasi/copy paste/modifikasi berbagai artikel yang tersebar di internet.

Berikut adalah bukti plagiasi/copy paste/modifikasi yang dilakukan penulis Arumi E. Perhatikan kalimat-kalimat yang telah dibold/dihitamkan sebagai perbandingan. Tabel kiri adalah paragraf-paragraf dalam novel "Amsterdam Ik Hou van Je" sedangkan tabel kanan merupakan sumber asli:

Novel “Amsterdam Ik Hou van Je”
(AIHJ) hal.39
 
Artikel “Menelusuri Kanal-Kanal Leiden,” sumber: Radio Nederland Wereldomroep Indonesia
Kota ini ideal untuk dijadikan wisata pengetahuan karena memiliki dua belas museum yang menarik. Di antaranya Museum Lingkungan Hidup Naturalis dan Museum budaya Volkenkunde yang sering sekali menampilkan budaya Indonesia.
Kota ini ideal untuk wisata pengetahuan karena memiliki dua belas museum, mulai dari Museum Lingkungan Hidup Naturalis, sampai museum budaya Volkenkunde yang sering sekali menampilkan budaya Indonesia.
 
Novel AIHJ hal.40
Artikel “Toleransi di Kota Tua,” sumber: 
Suara Merdeka
Sungai utama dan dua cabangnya bertautan dengan sungai-sungai kecil yang dibentuk menjadi kanal-kanal. Pada musim panas, kanal-kanal itu dipergunakan sebagai wisata air, sedangkan di musim dingin, kanal-kanal itu akan membeku, kemudian dimanfaatkan warga setempat sebagai arena ice skating.
Sungai utama dan dua cabangnya bertautan dengan sungai-sungai kecil yang berupa kanal. Pada musim panas, kanal-kanal itu dipergunakan sebagai wisata air, sedangkan di musim dingin, ketika salju turun, menjadi arena skating yang menantang.
 
Novel AIHJ hal.51
Artikel “Bersepeda di Leiden,” sumber: Kompasiana
Segera saja Anggi merasakan, bersepeda di Leiden memang nyaman dan mengasyikkan. Jalur sepeda ada di semua jalan utama, diberi tanda garis putih. Sepeda motor yang relatif jarang, menggunakan jalur sepeda juga. Sepeda motor sebagian dipakai oleh orang tua, dengan desain khas yang berbeda, dengan sepeda motor yang ada di Indonesia.
Bersepeda di Leiden memang nyaman dan mengasyikan. Jalur sepeda ada di semua jalan utama, diberi tanda garis putih. Sepeda motor yang relatif jarang, menggunakan jalur sepeda juga. Sepeda motor sebagian dipakai oleh orangtua, dengan desain yang khas yang berbeda dengan sepeda motor di kita.
 
Novel AIHJ hal.51
Artikel “Toleransi di Kota Tua,” sumber: Suara Merdeka
Jika kota-kota besar lainnya di berbagai negara maju berlomba membangun pencakar langit sebagai landmark untuk melihat seantero kota, Leiden justru bangga dengan kastil yang tingginya hanya sepuluh meter di atas bukit.
 
 
Kalau kota-kota besar dunia berlomba membangun pencakar langit sebagai tetenger untuk melihat seantero kota misalnya Kuala Lumpur dengan Menara Kembar, Toronto dengan CN Tower, Boston dengan Hancock Tower, maka tidak demikian halnya dengan Leiden yang bangga dengan kastil yang tingginya hanya sepuluh meter di atas bukit.
Novel AIHJ hal.53-54
 
Artikel “Menelusuri Kanal-Kanal Leiden,” sumber: Radio Nederland Wereldomroep Indonesia
Sebutan Belanda sebagai negeri kincir angin terlihat jelas di kota Leiden. Ada sembilan kincir angin tersebar di seluruh kota ini. Sebagian besar kincir angin sudah berubah fungsi, dari tempat pengolahan gandum, menjadi museum. Biasanya, museum dalam kincir angin ini memuat informasi sejarah pembangunan. Fungsi kincir angin bersangkutan ketika masih aktif digunakan. Beberapa kincir angin juga masih memajang alat-alat tradisional untuk mengolah gandum.
Potret Belanda sebagai negeri kincir angin bisa terlihat jelas di kota Leiden. Total sembilan kincir angin tersebar di seluruh kota ini. Sebagian besar kincir angin sudah berubah fungsi, dari tempat pengolahan gandum, menjadi museum. Biasanya, museum dalam kincir angin ini memuat informasi sejarah pembangunan dan fungsi kincir angin bersangkutan ketika masih aktif digunakan. Di beberapa kincir angin, kita malah masih bisa melihat alat-alat tradisional untuk mengolah gandum.
Novel AIHJ hal.55
Artikel “Bersepeda di Leiden,” sumber: Kompasiana
Leiden sebagai kota sepeda semakin jelas terlihat saat Anggi keluar dari stasiun Leiden. Di depan stasiun, persisnya sebelah kiri, di bawah tempat mangkal taksi dan di seberang jalan, ada tempat parkir sepeda dengan desain unik: bertingkat.
Leiden sebagai kota sepeda memang tampak sekali begitu saya keluar dari stasiun Leiden CS (centraal stasiun). Di depan stasiun, persisnya sebelah kiri, di bawah tempat mangkal taksi dan di seberang jalan, ada tempat parkir sepeda dengan desain unik: bertingkat.
Novel AIHJ hal.55
 
Artikel “Toleransi di Kota Tua,” sumber: Suara Merdeka
Di kota ini Anggi menyaksikan sendiri bagaimana kota ini didesain menjadi kota yang sangat ramah bagi pengguna sepeda dengan menyediakan jalur khusus untuk sepeda pada setiap ruas jalannya. Di setiap kantor, kampus, ruang publik, stasiun, terminal, atau mal disediakan tempat parkir memadai untuk sepeda.
 
Anggi juga mengamati, beberapa orang dari luar Leiden yang memiliki kegiatan di kota ini tidak perlu menggunakan mobil untuk sampai ke sini. Umumnya, mereka lebih senang mengayuh sepeda, lalu diparkir di stasiun, dan berganti kereta api menuju kota tujuan. Nyaman, tidak stres, dan lebih efisien.
Kota Leiden itu sangat ramah karena menyediakan jalur khusus untuk sepeda pada setiap ruas jalannya. Di setiap kantor, kampus, ruang publik, stasiun, terminal, atau mal disediakan tempat parkir memadai untuk sepeda.
 
 

Commuter (penglaju) dari luar Leiden tidak perlu menggunakan mobil untuk mencapai kota tersebut. Mereka setiap hari mengayuh sepeda kemudian diparkir di stasiun, dan berganti kereta api menuju kota tujuan. Nyaman tidak stres dan lebih efisien.

Novel AIHJ hal.56
Artikel “Toleransi di Kota Tua,” sumber: Suara Merdeka
Anggi mengenal beberapa warga dari luar Leiden yang sengaja memiliki dua sepeda. Satu untuk dikayuh dari rumah ke stasiun dan sebaliknya. Satu sepeda lagi dimanfaatkan untuk transportasi selama berada di Kota Leiden.
 
Cara ini dipilih karena kereta api yang disediakan sangat nyaman, terjangkau, dan tepat waktu serta banyak pilihan dengan frekuensi setiap sepuluh menit. Stasiun Sentral juga menyatu dengan terminal bus sehingga memberikan kemudahan dan pilihan bagi warga.
Commuter dari luar Leiden biasanya memiliki dua sepeda. Satu untuk dikayuh dari rumah ke stasiun dan sebaliknya. Satu lagi dipergunakan untuk mobilitas di Leiden dan mengantar dari dan ke stasiun.
 
Pola penglaju yang demikian ini sangat memungkinkan karena kereta api sangat nyaman, terjangkau, dan tepat waktu serta banyak pilihan dengan frekuensi setiap 10 menit. Stasiun Sentral juga menyatu dengan terminal bus sehingga memberikan kemudahan dan pilihan bagi masyarakat pengguna.
 

Novel AIHJ hal.68-69
Artikel “Jalan-Jalan di Amsterdam,” sumber: javamilk
“Walaupun Amsterdam ibu kota Belanda, tapi jangan kau bayangkan kota ini metropolis seperti London atau Paris. Tidak ada tempat wisata megah seperti colloseum atau Menara Eiffel. Amsterdam adalah kota yang menawarkan suasana eksotik dengan bangunan khasnya yang kuno dan klasik. Puluhan kanal yang membelah kota ini membuat setiap sudut jalan terlihat indah.
 
Hal.69:
“…Amsterdam bukan kota sibuk yang warganya seolah diburu waktu seperti New York. Waktu seolah berjalan lambat di sini, nikmati saja suasana kota Amsterdam dengan santai.
Anda jangan berharap menemukan tempat wisata yang megah seperti Colosseum atau menara Eiffel atau metropolis seperti London. Amsterdam adalah kota yang menawarkan suasana eksotik dengan bangunan khas nya yang sekaligus kuno juga klasik. Puluhan kanal yang membelah kota ini membuat setiap sudut jalan terlihat indah.
 
 
 
Waktu seolah berjalan lambat di sini, nikmati kota Amsterdam dengan santai.

Novel AIHJ hal.76
 
Artikel "Amsterdam Tak Cuma Tulip dan Kincir," sumber: Kompas
Sudah dua minggu ia tinggal di Amsterdam. Ini adalah kota terbesar di Belanda yang sangat majemuk, dihuni oleh berbagai suku bangsa dari berbagai penjuru dunia.
 
...kota ini mendapat sebutan “The Venice of the North”. Kanal adalah semacam sungai besar dan lebar, dapat dilalui perahu atau kapal berukuran sedang. Di sepanjang kanal-kanal ini juga banyak terdapat jembatan-jembatan. Beberapa jembatan masih mempertahankan model aslinya yang klasik (modifikasi dari paragraf di sebalah kanan)
Kota terbesar di Belanda yang sangat majemuk karena saat ini dihuni oleh berbagai suku bangsa dari berbagai penjuru dunia.
 
 
Kota yang mendapat sebutan “the Venice of the North” ini merupakan kota yang banyak dilalui kanal-kanal (kali besar yang bisa dilalui perahu/kapal ukuran sedang), jembatan-jembatan diantaranya jembatan bermodel kuno …

Novel AIHJ hal.104-105
Artikel “Jalan-Jalan di Amsterdam,” sumber: javamilk
Amsterdam adalah kota yang sangat memerhatikan pengguna sepeda. Di mana-mana terdapat jalur khusus sepeda dan memang banyak orang memakai sepeda kemana-mana. Mobil dan motor pun akan mengalah jika berhadapan dengan sepeda. Walaupun demikian, patuhi rambu-rambu dan perhatikan adanya zona larangan sepeda.
 
Sepeda yang dipakai di Amstedam adalah sepeda “tanpa gigi”, dilengkapi dengan dua macam kunci, karena sepeda mudah hilang jika tidak dikunci. Sepeda di sini juga tidak dilengkapi rem tangan, untuk mengerem caranya adalah membalik arah mengayuh pedal. Awalnya mungkin belum terbiasa mengayuh sepeda model ini, tetapi setelah berbulan-bulan terbiasa bersepeda, Anggi sudah tak canggung lagi.
Amsterdam adalah kota yang sangat memperhatikan pengguna sepeda. Di mana-mana terdapat jalur khusus sepeda dan memang banyak orang memakai sepeda ke mana-mana. Mobil dan motor pun akan mengalah jika berhadapan dengan sepeda. Walaupun demikian patuhi rambu-rambu dan perhatikan adanya zona larangan sepeda.
 
Perlu dicatat bahwa rata-rata sepeda yang dipakai di Amsterdam adalah ‘tanpa gigi alias genjot aja, dilengkapi dengan 2 macam kunci (sepeda bakal hilang kalau tidak dikunci). Satu hal lagi adalah sepeda ini tidak ada rem tangan, untuk mengerem caranya adalah membalik arah genjotan kaki. Awalnya mungkin belum terbiasa mengayuh pedal sepeda model ini, tetapi lama-lama Anda akan menikmati keliling kota Amsterdam dengan sepeda ini.

Novel AIHJ hal.206
 
Artikel “Universitas Leiden: Pesona Lain Negeri Kincir Angin”, sumber: buahpena-hotnida.blogspot.com Blog Buah Pena Hotnida
 
Perpustakaan Universitas Leiden termasyur di seluruh dunia sebagian karena koleksi bahasa Indonesia yang termasuk dalam Special Collections. Para mahasiswa dan sarjana dari seluruh dunia telah tertarik oleh kekayaan luar biasa dari koleksi yang terdiri dari ribuan manuskrip, foto, gambar, dan karya cetak. Dengan sabar, dikumpulkan dalam waktu yang sangat lama. Hasil penelitian mereka yang telah dipublikasikan dengan apik di monograf.
 

Bagi para peneliti, Perpustakaan Leiden bagaikan surga yang dapat memuaskan hasrat keingintahuan mereka akan naskah lama. Tak ayal, perpustakaan ini menjadi sasaran para peneliti yang ingin menuntaskan disertasi atau tesis dengan mencari naskah atau informasi yang dibutuhkan. Dalam hal ini, mereka berpendapat tidak ada yang lebih baik dari Universitas Leiden.
 
Perpustakaan Universitas Leiden termasyur di seluruh dunia sebagian karena koleksi bahasa Indonesia yang termasuk dalam Special Collections. Para mahasiswa dan sarjana dari seluruh dunia telah tertarik oleh kekayaan luar biasa dari koleksi yang terdiri dari ribuan manuskrip, foto, gambar, dan karya cetak dengan sabar dikumpulkan selama waktu yang sangat lama. Hasil penelitian mereka yang telah dipublikasikan dengan apik di monograf.
 
Bagi para peneliti, Perpustakaan Leiden bagaikan surga yang dapat memuaskan hasrat keingintahuan mereka akan naskah lama. Tak ayal, perpustakan ini menjadi sasaran para peneliti yang ingin menuntaskan disertasi atau tesis mereka dengan mencari naskah atau informasi yang dibutuhkan. Dalam hal ini, mereka berpendapat tidak ada yang lebih baik dari Universitas Leiden.

Novel AIHJ hal.219-220
Artikel “Keukenhof: Secuil Taman Surga di Daratan Eropa”, sumber: Blog Rohman Albantani
Tiga puluh menit kemudian, bus sudah memasuki Kota Lisse. Dari dalam bus sudah terlihat hamparan bunga warna-warni di taman yang luas. Anggi tak bisa berhenti berdecak mengagumi keindahannya. Bunga berwarna ungu, hijau, kuning, merah, pink, krem, dan warna-warna lain yang belum pernah ia lihat sebelumnya membentuk gugusan panjang berkelok-kelok bagaikan hamparan permadani raksasa yang indah.

Kurang lebih dua puluh menit kemudian, bus yang mereka tumpangi sampai di pintu parkir taman. Di sana berjejer ratusan mobil bus berbagai jenis dengan lambang bendera berbagai negara di badan mobil, menandakan Keukonhof ini dapat ditempuh lewat jalur darat oleh negara-negara uni eropa lain seperti Jerman, Swiss, Italia, Perancis, Belgia, dan Luxemburg. Jarak dari pemberhentian bus ke pintu masuk Keukenhof panjangnya kurang dari seratus meter, tetapi butuh waktu cukup lama untuk sampai di pintu masuk karena mereka bertiga harus melalui antrian yang sangat panjang.

(LANJUTKAN KE POSTINGAN DI BAWAH)
Ketika bus melewati kota Lisse, hamparan bunga warna warni di taman yang luas sudah menggoda mata ini untuk tidak mungkin tidak menatapnya. Bunga berwarna ungu, hijau, kuning, merah, pink, krem, dan warna-warna lain yang belum pernah saya lihat sebelumnya membentuk gugusan panjang nan indah seperti hamparan permadani raksasa.
 
 
Kurang lebih 20 menit kemudian, bus yang mengantar kami sampai di pintu parkir taman. Di sana, ratusan mobil bus dengan karoseri yang beraneka bentuk, ukuran, bendera dan corak berjejer menandakan Keukonhof ini dapat ditempuh lewat jalur darat oleh negara-negara uni eropa lain seperti Jerman, Swiss, italia, Perancis, Belgia, dan Luxemburg. Jarak dari pemberhentian bus ke pintu masuk Keukenhof tidak jauh kurang dari 100 meter dan disini antriannya lebih panjang dari pada ketika mengantri tiket di stasiun.


(LANJUTKAN KE POSTINGAN DI BAWAH)

(lanjutan) KASUS PLAGIASI NOVEL "AMSTERDAM IK HOU VAN JE" KARYA ARUMI E


Novel AIHJ hal.238
Artikel “Berburu Cenderamata di Bloemenmarkt,” sumber: Kompas 
Pasar terapung Bloemenmarkt terletak di wilayah Centrum Amsterdam, di salah satu kanal tertua Singel di antara Muntplein dan Koningsplein.
 

Banyak juga kios yang menjual cinderamata seperti miniatur kincir angin, bunga tulip dari kayu atau kain silk, sepatu kayu khas Belanda yang biasa disebut klompen, keramik bermotif Delft Blue yang berbentuk rumah khas Belanda atau piring, gelas, hiasan rumah, vas bunga, alat rumah tangga, aneka gantungan kunci, kulkas magnetik serta hiasan lainnya yang semuanya bernuansa Belanda.

Kios-kios di pasar terapung tidak hanya dimiliki warga asli Belanda, tapi juga para pendatang seperti warga India, Timur Tengah yang sudah menjadi warga negara Belanda.
Pasar terapung Bloemenmarkt terletak di wilayah Centrum Amsterdam sekitar wilayah pertokoan, di salah satu kanal tertua Singel di antara Muntplein dan Koningsplein dan didirikan pada tahun 1862.
 
Berbagai cenderamata yang bisa ditemukan di pasar ini antara lain kincir angin, bunga tulip dari kayu atau kain silk, sepatu kayu khas Belanda (klompen), keramik bermotif Delft Blue yang berbentuk rumah khas Belanda atau piring, gelas, hiasan rumah, vas bunga, alat rumah tangga dan juga aneka gantungan kunci. Selain itu ada kulkas magnetic (magnet memo holder) serta hiasan lainnya yang bernuansa Belanda tentunya.  


Kios-kios di pasar terapung tidak hanya dimiliki warga asli Belanda tapi juga para pendatang seperti warga India, Timur Tengah yang sudah menjadi warga negara Belanda.  

Novel AIHJ hal.256-257
 
Artikel “Pesona Kincir Angin Belanda Nan Legendaris,” sumber: Kompas
Keindahan objek wisata di tempat ini terutama adalah pemandangan kincir angin yang terletak berjajar di sepanjang tepian sungai Zaan, di tengah hamparan daerah pertanian yang hijau dengan rumah-rumah tradisional Belanda yang tampak di beberapa tempat.
keindahan obyek wisata di Zaanse Schans terutama pemandangan kincir angin yang terletak berjajar di pinggiran sungai yang besar dan di tengah hamparan daerah pertanian yang hijau serta rumah-rumah tradisional Belanda.
 

Novel AIHJ hal.302-303
Artikel “Menumpang Kereta Cepat Amsterdam-Paris”,   sumber: Detik 
Kereta cepat ini dikelola oleh perusahaan patungan Belgia, Prancis, dan Jerman.
 
Kabin kereta ini bernuansa merah, seperti juga warna luarnya. Kereta ini hanya terdiri dari beberapa gerbong. Tersedia tiga puluh tiga kursi di setiap gerbongnya. Kursinya bagus dan empuk, terasa nyaman sekali. Ia melihat di depan kursinya, terlipat sebuah meja berukuran kecil yang dapat digunakan untuk alas makan.
 
Kereta ini terus melaju melewati sejumlah kota di Belanda dan Belgia. Rute yang ditempuh adalah Amsterdam-Rotterdam-Antwerp-Brussels-Paris.
 

Hamparan sawah hijau terbentang luas menawarkan kesejukan, dilatarbelakangi deretan perbukitan. Danau yang jernih dan hutan yang lebat berpadu menciptakan panorama menakjubkan. (modifikasi dari paragraf di sebelah kanan)
Kereta cepat ini dikelola oleh perusahaan patungan Belgia, Prancis, dan Jerman.
 
Kabin kereta yang saya tumpangi juga bernuansa merah, sama seperti cat badannya. Kereta ini tidak terlalu panjang, hanya beberapa gerbong. Setiap gerbong terdiri dari 33 kursi. Kursinya juga bagus, empuk dan nyaman. Di depannya terlipat sebuah meja berukuran kecil, yang bisa digunakan untuk makan.
 
Kereta berkecepatan 157 KM/jam ini melewati sejumlah kota di Belanda dan Belgia. Rute yang ditempuh adalah Amsterdam-Rotterdam-Antwerp-Brussels-Paris.

 
Hamparan sawah terbentang luas dan menghijau tampak menyejukkan mata. Pemandangan alam bukit-bukit juga tak kalah menariknya. Terlihat juga banyak danau dan hutan.