Judul: Amsterdam Ik Hou van Je
Penulis: Arumi E
Penerbit: Grasindo
Tahun terbit: 2013
Sebagian besar data tentang Belanda yang tercantum dalam novel "Amsterdam Ik Hou van Je" karya ARUMI E merupakan hasil plagiasi/copy paste/modifikasi berbagai artikel yang tersebar di internet.
Berikut adalah bukti plagiasi/copy paste/modifikasi yang dilakukan penulis Arumi E. Perhatikan kalimat-kalimat yang telah dibold/dihitamkan sebagai perbandingan. Tabel kiri adalah paragraf-paragraf dalam novel "Amsterdam Ik Hou van Je" sedangkan tabel kanan merupakan sumber asli:
Novel
“Amsterdam Ik Hou van Je”
(AIHJ)
hal.39
|
Artikel
“Menelusuri Kanal-Kanal Leiden,” sumber: Radio Nederland Wereldomroep Indonesia
|
Kota ini ideal untuk dijadikan wisata
pengetahuan karena memiliki dua belas museum yang menarik. Di antaranya
Museum Lingkungan Hidup Naturalis dan Museum budaya Volkenkunde yang sering
sekali menampilkan budaya Indonesia.
|
Kota ini ideal untuk wisata pengetahuan karena memiliki dua belas museum,
mulai dari Museum Lingkungan Hidup Naturalis, sampai museum budaya
Volkenkunde yang sering sekali menampilkan budaya Indonesia.
|
Novel
AIHJ hal.40
|
Artikel
“Toleransi di Kota Tua,” sumber:
|
Sungai utama dan dua cabangnya
bertautan dengan sungai-sungai kecil yang dibentuk menjadi kanal-kanal. Pada
musim panas, kanal-kanal itu dipergunakan sebagai wisata air, sedangkan di
musim dingin, kanal-kanal itu akan membeku, kemudian dimanfaatkan warga
setempat sebagai arena ice skating.
|
Sungai utama dan dua cabangnya
bertautan dengan sungai-sungai kecil yang berupa kanal. Pada musim panas,
kanal-kanal itu dipergunakan sebagai wisata air, sedangkan di musim dingin,
ketika salju turun, menjadi arena skating yang menantang.
|
Novel
AIHJ hal.51
|
Artikel
“Bersepeda di Leiden,” sumber: Kompasiana
|
Segera saja Anggi merasakan, bersepeda
di Leiden memang nyaman dan mengasyikkan. Jalur sepeda ada di semua jalan
utama, diberi tanda garis putih. Sepeda motor yang relatif jarang,
menggunakan jalur sepeda juga. Sepeda motor sebagian dipakai oleh orang tua,
dengan desain khas yang berbeda, dengan sepeda motor yang ada di Indonesia.
|
Bersepeda di Leiden memang nyaman dan
mengasyikan. Jalur sepeda ada di semua jalan utama, diberi tanda garis putih.
Sepeda motor yang relatif jarang, menggunakan jalur sepeda juga. Sepeda motor
sebagian dipakai oleh orangtua, dengan desain yang khas yang berbeda dengan
sepeda motor di kita.
|
Novel
AIHJ hal.51
|
Artikel
“Toleransi di Kota Tua,” sumber: Suara Merdeka
|
Jika kota-kota besar lainnya di berbagai
negara maju berlomba membangun pencakar langit sebagai landmark untuk melihat
seantero kota, Leiden justru bangga dengan kastil yang tingginya hanya
sepuluh meter di atas bukit.
|
Kalau kota-kota besar dunia berlomba
membangun pencakar langit sebagai tetenger untuk melihat seantero kota
misalnya Kuala Lumpur dengan Menara Kembar, Toronto dengan CN Tower, Boston
dengan Hancock Tower, maka tidak demikian halnya dengan Leiden yang bangga
dengan kastil yang tingginya hanya sepuluh meter di atas bukit.
|
Novel
AIHJ hal.53-54
|
Artikel
“Menelusuri Kanal-Kanal Leiden,” sumber: Radio Nederland Wereldomroep Indonesia
|
Sebutan Belanda sebagai negeri kincir
angin terlihat jelas di kota Leiden. Ada sembilan kincir angin tersebar di
seluruh kota ini. Sebagian besar kincir angin sudah berubah fungsi, dari
tempat pengolahan gandum, menjadi museum. Biasanya, museum dalam kincir angin
ini memuat informasi sejarah pembangunan. Fungsi kincir angin bersangkutan
ketika masih aktif digunakan. Beberapa kincir angin juga masih memajang
alat-alat tradisional untuk mengolah gandum.
|
Potret Belanda sebagai negeri kincir angin bisa terlihat jelas di kota
Leiden. Total sembilan kincir angin tersebar di seluruh kota ini. Sebagian
besar kincir angin sudah berubah fungsi, dari tempat pengolahan gandum,
menjadi museum. Biasanya, museum dalam kincir angin ini memuat informasi
sejarah pembangunan dan fungsi kincir angin bersangkutan ketika masih aktif
digunakan. Di beberapa kincir angin, kita malah masih bisa melihat alat-alat
tradisional untuk mengolah gandum.
|
Novel
AIHJ hal.55
|
Artikel
“Bersepeda di Leiden,” sumber: Kompasiana
|
Leiden sebagai kota sepeda semakin
jelas terlihat saat Anggi keluar dari stasiun Leiden. Di depan stasiun,
persisnya sebelah kiri, di bawah tempat mangkal taksi dan di seberang jalan,
ada tempat parkir sepeda dengan desain unik: bertingkat.
|
Leiden sebagai kota sepeda memang
tampak sekali begitu saya keluar dari stasiun Leiden CS (centraal stasiun). Di
depan stasiun, persisnya sebelah kiri, di bawah tempat mangkal taksi dan di
seberang jalan, ada tempat parkir sepeda dengan desain unik: bertingkat.
|
Novel
AIHJ hal.55
|
Artikel
“Toleransi di Kota Tua,” sumber: Suara Merdeka
|
Di kota ini Anggi menyaksikan sendiri
bagaimana kota ini didesain menjadi kota yang sangat ramah bagi pengguna
sepeda dengan menyediakan jalur khusus untuk sepeda pada setiap ruas
jalannya. Di setiap kantor, kampus, ruang publik, stasiun, terminal, atau mal
disediakan tempat parkir memadai untuk sepeda.
Anggi juga mengamati, beberapa orang
dari luar Leiden yang memiliki kegiatan di kota ini tidak perlu menggunakan
mobil untuk sampai ke sini. Umumnya, mereka lebih senang mengayuh sepeda,
lalu diparkir di stasiun, dan berganti kereta api menuju kota tujuan. Nyaman,
tidak stres, dan lebih efisien.
|
Kota Leiden itu sangat ramah karena menyediakan jalur khusus untuk sepeda
pada setiap ruas jalannya. Di setiap kantor, kampus, ruang publik, stasiun,
terminal, atau mal disediakan tempat parkir memadai untuk sepeda.
Commuter (penglaju) dari luar Leiden tidak perlu menggunakan mobil untuk mencapai kota tersebut. Mereka setiap hari mengayuh sepeda kemudian diparkir di stasiun, dan berganti kereta api menuju kota tujuan. Nyaman tidak stres dan lebih efisien. |
Novel
AIHJ hal.56
|
Artikel
“Toleransi di Kota Tua,” sumber: Suara Merdeka
|
Anggi mengenal beberapa warga dari
luar Leiden yang sengaja memiliki dua sepeda. Satu untuk dikayuh dari rumah
ke stasiun dan sebaliknya. Satu sepeda lagi dimanfaatkan untuk transportasi
selama berada di Kota Leiden.
Cara ini dipilih karena kereta api yang
disediakan sangat nyaman, terjangkau, dan tepat waktu serta banyak pilihan
dengan frekuensi setiap sepuluh menit. Stasiun Sentral juga menyatu dengan
terminal bus sehingga memberikan kemudahan dan pilihan bagi warga.
|
Commuter dari luar Leiden biasanya memiliki
dua sepeda. Satu untuk dikayuh dari rumah ke stasiun dan sebaliknya. Satu
lagi dipergunakan untuk mobilitas di Leiden dan mengantar dari dan ke
stasiun.
Pola penglaju yang demikian ini sangat
memungkinkan karena kereta api sangat nyaman, terjangkau, dan tepat waktu
serta banyak pilihan dengan frekuensi setiap 10 menit. Stasiun Sentral juga
menyatu dengan terminal bus sehingga memberikan kemudahan dan pilihan bagi
masyarakat pengguna.
|
Novel
AIHJ hal.68-69
|
Artikel
“Jalan-Jalan di Amsterdam,” sumber: javamilk
|
“Walaupun Amsterdam ibu kota Belanda,
tapi jangan kau bayangkan kota ini metropolis seperti London atau Paris.
Tidak ada tempat wisata megah seperti colloseum atau Menara Eiffel. Amsterdam
adalah kota yang menawarkan suasana eksotik dengan bangunan khasnya yang kuno
dan klasik. Puluhan kanal yang membelah kota ini membuat setiap sudut jalan
terlihat indah.
Hal.69:
“…Amsterdam bukan kota sibuk yang
warganya seolah diburu waktu seperti New York. Waktu seolah berjalan lambat
di sini, nikmati saja suasana kota Amsterdam dengan santai.
|
Anda jangan berharap menemukan tempat
wisata yang megah seperti Colosseum atau menara Eiffel atau metropolis
seperti London. Amsterdam adalah kota yang menawarkan suasana eksotik dengan
bangunan khas nya yang sekaligus kuno juga klasik. Puluhan kanal yang
membelah kota ini membuat setiap sudut jalan terlihat indah.
Waktu seolah berjalan lambat di sini,
nikmati kota Amsterdam dengan santai.
|
Novel
AIHJ hal.76
|
Artikel "Amsterdam Tak Cuma Tulip dan Kincir," sumber: Kompas |
Sudah dua minggu ia tinggal di
Amsterdam. Ini adalah kota terbesar di Belanda yang sangat majemuk, dihuni
oleh berbagai suku bangsa dari berbagai penjuru dunia.
...kota ini mendapat sebutan
“The Venice of the North”. Kanal adalah semacam sungai besar dan lebar, dapat
dilalui perahu atau kapal berukuran sedang. Di sepanjang kanal-kanal ini juga
banyak terdapat jembatan-jembatan. Beberapa jembatan masih mempertahankan
model aslinya yang klasik (modifikasi dari paragraf di sebalah kanan)
|
Kota terbesar di Belanda yang sangat
majemuk karena saat ini dihuni oleh berbagai suku bangsa dari berbagai
penjuru dunia.
Kota yang mendapat sebutan “the Venice
of the North” ini merupakan kota yang banyak dilalui kanal-kanal (kali besar
yang bisa dilalui perahu/kapal ukuran sedang), jembatan-jembatan diantaranya
jembatan bermodel kuno …
|
Novel
AIHJ hal.104-105
|
Artikel
“Jalan-Jalan di Amsterdam,” sumber: javamilk
|
Amsterdam adalah kota yang sangat
memerhatikan pengguna sepeda. Di mana-mana terdapat jalur khusus sepeda dan
memang banyak orang memakai sepeda kemana-mana. Mobil dan motor pun akan
mengalah jika berhadapan dengan sepeda. Walaupun demikian, patuhi rambu-rambu
dan perhatikan adanya zona larangan sepeda.
Sepeda yang dipakai di Amstedam adalah
sepeda “tanpa gigi”, dilengkapi dengan dua macam kunci, karena sepeda mudah
hilang jika tidak dikunci. Sepeda di sini juga tidak dilengkapi rem tangan,
untuk mengerem caranya adalah membalik arah mengayuh pedal. Awalnya mungkin
belum terbiasa mengayuh sepeda model ini, tetapi setelah berbulan-bulan
terbiasa bersepeda, Anggi sudah tak canggung lagi.
|
Amsterdam adalah kota yang sangat
memperhatikan pengguna sepeda. Di mana-mana terdapat jalur khusus sepeda dan
memang banyak orang memakai sepeda ke mana-mana. Mobil dan motor pun akan
mengalah jika berhadapan dengan sepeda. Walaupun demikian patuhi rambu-rambu
dan perhatikan adanya zona larangan sepeda.
Perlu dicatat bahwa rata-rata sepeda
yang dipakai di Amsterdam adalah ‘tanpa gigi‘
alias genjot aja, dilengkapi dengan 2 macam kunci (sepeda bakal hilang kalau
tidak dikunci). Satu hal lagi adalah sepeda ini tidak ada rem tangan, untuk
mengerem caranya adalah membalik arah genjotan kaki. Awalnya mungkin belum
terbiasa mengayuh pedal sepeda model ini, tetapi lama-lama Anda akan
menikmati keliling kota Amsterdam dengan sepeda ini.
|
Novel
AIHJ hal.206
|
|
Perpustakaan Universitas Leiden
termasyur di seluruh dunia sebagian karena koleksi bahasa Indonesia yang
termasuk dalam Special Collections.
Para mahasiswa dan sarjana dari seluruh dunia telah tertarik oleh kekayaan
luar biasa dari koleksi yang terdiri dari ribuan manuskrip, foto, gambar, dan
karya cetak. Dengan sabar, dikumpulkan dalam waktu yang sangat lama. Hasil
penelitian mereka yang telah dipublikasikan dengan apik di monograf.
Bagi para peneliti, Perpustakaan Leiden bagaikan surga yang dapat memuaskan hasrat keingintahuan mereka akan naskah lama. Tak ayal, perpustakaan ini menjadi sasaran para peneliti yang ingin menuntaskan disertasi atau tesis dengan mencari naskah atau informasi yang dibutuhkan. Dalam hal ini, mereka berpendapat tidak ada yang lebih baik dari Universitas Leiden. |
Perpustakaan Universitas Leiden termasyur di seluruh dunia sebagian
karena koleksi bahasa Indonesia yang termasuk dalam Special Collections.
Para mahasiswa dan sarjana dari seluruh dunia telah tertarik oleh kekayaan
luar biasa dari koleksi yang terdiri dari ribuan manuskrip, foto, gambar, dan
karya cetak dengan sabar dikumpulkan selama waktu yang sangat lama. Hasil
penelitian mereka yang telah dipublikasikan dengan apik di monograf.
Bagi para peneliti, Perpustakaan Leiden bagaikan surga yang dapat
memuaskan hasrat keingintahuan mereka akan naskah lama. Tak ayal, perpustakan
ini menjadi sasaran para peneliti yang ingin menuntaskan disertasi atau tesis
mereka dengan mencari naskah atau informasi yang dibutuhkan. Dalam hal ini,
mereka berpendapat tidak ada yang lebih baik dari Universitas Leiden.
|
Novel
AIHJ hal.219-220
|
Artikel
“Keukenhof: Secuil Taman Surga di Daratan Eropa”, sumber: Blog Rohman Albantani
|
Tiga puluh menit kemudian, bus sudah
memasuki Kota Lisse. Dari dalam bus sudah terlihat hamparan bunga warna-warni
di taman yang luas. Anggi tak bisa berhenti berdecak mengagumi keindahannya.
Bunga berwarna ungu, hijau, kuning, merah, pink, krem, dan warna-warna lain
yang belum pernah ia lihat sebelumnya membentuk gugusan panjang berkelok-kelok
bagaikan hamparan permadani raksasa yang indah.
Kurang lebih dua puluh menit kemudian, bus yang mereka tumpangi sampai di pintu parkir taman. Di sana berjejer ratusan mobil bus berbagai jenis dengan lambang bendera berbagai negara di badan mobil, menandakan Keukonhof ini dapat ditempuh lewat jalur darat oleh negara-negara uni eropa lain seperti Jerman, Swiss, Italia, Perancis, Belgia, dan Luxemburg. Jarak dari pemberhentian bus ke pintu masuk Keukenhof panjangnya kurang dari seratus meter, tetapi butuh waktu cukup lama untuk sampai di pintu masuk karena mereka bertiga harus melalui antrian yang sangat panjang. (LANJUTKAN KE POSTINGAN DI BAWAH) |
Ketika bus melewati kota Lisse,
hamparan bunga warna warni di taman yang luas sudah menggoda mata ini untuk
tidak mungkin tidak menatapnya. Bunga berwarna ungu, hijau, kuning, merah,
pink, krem, dan warna-warna lain yang belum pernah saya lihat sebelumnya
membentuk gugusan panjang nan indah seperti hamparan permadani raksasa.
Kurang lebih 20 menit kemudian, bus
yang mengantar kami sampai di pintu parkir taman. Di sana, ratusan mobil bus
dengan karoseri yang beraneka bentuk, ukuran, bendera dan corak berjejer
menandakan Keukonhof ini dapat ditempuh lewat jalur darat oleh negara-negara
uni eropa lain seperti Jerman, Swiss, italia, Perancis, Belgia, dan
Luxemburg. Jarak dari pemberhentian bus ke pintu masuk Keukenhof tidak jauh
kurang dari 100 meter dan disini antriannya lebih panjang dari pada ketika
mengantri tiket di stasiun.
(LANJUTKAN KE POSTINGAN DI BAWAH) |